Senin, 14 Juli 2014
IBU... tiada kata yang bisa menggambarkan dirimu,
kau bagaikan rumah tempat ku berteduh, tempat ku berlindung.
IBU... kau tak pernah marah dan tak pernah lelah mengajariku, memberiku nasehat, disaat diri ini melakukan kesalahan. walaupun terkadang diri ini selalu membuat hatimu bersedih, kadang diri ini tidak bisa menuruti apa yang kau mau, apa yang kau inginkan...
IBU... kau adalah makhluk yang istimewa dalam hidupku, kau tak pernah berhenti berdoa untukku, untuk kesuksesanku, dari awal aku lahir didunia ini dirimu tak pernah mengeluh merawatku hingga sebesar ini, tetes keringatmu lelahmu saat merawatku tak pernah bisa kubalas.
aku hanya bisa mendoakanmu agar engkau selalu bahagia, selalu damai, dan selalu diberikan perlindungan
IBU... jasa-jasamu dalam hidupku takkan pernah kulupakan, kau ibarat pelita disaat gelap, tanpamu aku tidak bisa melihat dunia ini,
IBU... terima untuk kasih sayang tak pernah usai, tulus cintamu takkan mampu utuk terbalaskan.
IBU.. semoga tuhan memberikan kedamaian dalam hidupmu, putih kasih kan abadi dalam hidupku...
sayangilah ibu kita selagi mereka masih ada, jangan pernah membuat hatinya bersedih, jangan pernah membuat ia menangis, doakan yg terbaik ibu kita, buat mereka tersenyum karena kita, hidup kita akan indah apabila kita melihat ibu kita bahagia tersenyum karena kita.
Senin, 23 Juni 2014
<*marquee scrollamount="100">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="left" scrollamount="10">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee behavior="alternate" scrollamount="15">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="right"scrollamount="10">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="right" scrollamount="100">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee bgcolor="red">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="left" scrollamount="10">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee behavior="alternate" scrollamount="15">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="right"scrollamount="10">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee direction="right" scrollamount="100">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
<*marquee bgcolor="red">TEKS INI AKAN BERJALAN</marquee>
berkahnya bulan ramadhan
bulan puasa tidak lama lagi datang , maka dari itu persiapkanlah diri anda untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini , berikut berkah-berkah yang terdapat dibulan ramadhan
Pintu Kebaikan Dimudahkan di Bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِى مُنَادٍ يَا بَاغِىَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِىَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Pada malam pertama bulan Ramadhan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu pun pintu yang tertutup, ketika itu ada yang menyeru: “Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan”.[1]
Dalam hadits lainnya disebutkan,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam sebagai terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”[3]
Sampai-sampai karena terbuka lebarnya pintu kebaikan ini, para ulama katakan bahwa pahala amalan apa saja di bulan Ramadhan pun akan berlipat ganda[4]. Sebagaimana kita dapat melihat pada perkataan ulama salaf berikut ini.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” [5]
An Nakho’i rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhol dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.”[6]
Maka kita dapat saksikan sendiri di bulan Ramadhan, orang yang semula malas shalat lima waktu, akhirnya menjadi rajin. Orang yang amat jarang kelihatan di masjid, kembali sadar menjalankan shalat jama’ah. Orang yang jarang mengerjakan shalat malam, begitu giat di bulan Ramadhan untuk menjalankan ibadah shalat tarawih. Orang yang sesekali baca Al Qur’an, di bulan Ramadhan akhirnya bisa mengkhatamkan Al Qur’an. Sungguh luar biasa barokah bulan ini karena begitu mudah setiap orang menjalankan kebaikan.
Banyaknya Pengampunan Dosa
Dalam beberapa amalan di bulan Ramadhan, kita dapat temukan di dalamnya ada pengampunan dosa. Di antara amalan tersebut adalah ibadah puasa yang kita jalankan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[7] Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasan Allah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[8]
Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[9]
Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[10] Adapun pengampunan dosa dalam hadits-hadits di atas, dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[11]
Karena sampai banyaknya pengampunan dosa di bulan suci ini, Qotadah pun mengatakan, “Siapa saja yang tidak mendapatkan pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit mendapatkan ampunan.”[12]
Keadaan Yang Semestinya Selepas Ramadhan
Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa, juga pintu kebaikan dimudahkan, maka keadaan seseorang selepas ramadhan seharusnya dalam keadaan seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, yaitu bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslah bertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubat dengan penuh rasa penyesalan.
Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[13]
Sudah Seharusnya Menjaga Amalan Kebaikan
Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat dan mudah melaksankan kebajikan. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga, bahkan bisa lebih disempurnakan lagi sebagaimana tuntunan Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”[14]
Seharusnya amal seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashrirahimahullah mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[15] Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan, “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat.[16]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah musiman. Namun sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.”[17]Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja.
Perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]
Para ulama juga mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan Ka’ab bin Malik, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak (tidak bernilai apa-apa).”[19]
Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita di tahun ini lebih bermakna dari yang sebelumnya. Semoga kita senantiasa mendapatkan barokah bulan suci ini. Amin, Yaa Samii’um Mujiib.
Sabtu, 10 Mei 2014
Save Persisko Jambi
Persisko jambi adalah sebuah klub sepak bola asal jambi
khususnya terletak di salorangun bangko sesuai dengan singkatan dari persisko
yaitu Persatuan Sepak bola Indonesia Sorolangun Bangko.
langsung ke topik artikel saya, disini saya membahas
tentang performa persisko musim 2014 yang sangat menurun derastis, tidak
seperti musim 2013 dimana mereka mengakhiri musim dengan lolos kebabak 12 besar
divisi utama liga indonesia, walaupun pada babak 12 mereka tidak lolos ke 4
besar , ini suatu pencapaian baik mengingat pada saat itu persisko adalah tim
yang baru saja naik kasta dari divisi 1 kedivisi utama,
Turunnya performa persisko musim di akibatkan dari
krisisnya finalcial klub, kapten fadli pernanda pun menjadi korban akibat
krisis financial ini, fadli ditahan pihak hotel dijakarta akibat tim persisko
tidak melunasi pembayaran biaya menginap saat tur jakarta kemarin, biaya itu
sendiri kurang 3jt, selain itu gaji pemain pun belum lunas,
Pada pertandingan semalam para suporter persisko
mengadakan acara amal 1000 koin untuk persisko, yang mana dana yang terkumpul
akan di bantukan ke tim persisko, menurut saya pribadi ini adalah salah satu
cara untuk sedikit membantu financial tim, respect untuk suporter yang telah
membuat acara tersebut,
Harapan saya untuk persisko kedepannya ada pihak yang
membantu persisko dari segi financial, sedih melihat tim ini , tim kebanggaan
masyarakat jambi kalau bukan kita masyarakat jambi yang membantu siapa lagi,
semoga performa persisko kedepannya membaik dan tidak terderegrdasi.
#SAVE PERSISKO
Senin, 14 April 2014
Sistem Layanan Informasi perpustakaan
Sistem Layanan Perpustakaan
Layanan pengguna perpustakaan merupakan aktivitas
perpustakaan dalam memberikan jasa layanan kepada pengguna perpustakaan,
khususnya kepada anggota perpustakaan. Jumlah jenis atau macam layanan pengguna
perpustakaan sebenarnya cukup banyak. Semua layanan tersebut penyelenggaraannya
disesuaikan dengan kondisi tenaga perpustakaan dan kebutuhan penggunanya.
Jenis-jenis layanan tersebut antara lain :
- Layanan
sirkulasi
-
Layanan
referens
-
Layanan
pendidikan pemakai
-
Layanan
penelusuran informasi
-
Layanan
penyebaran informasi terbaru
-
Layanan
informasi terseleksi
-
Layanan
penerjemahan
-
Layanan
fotokopi (jasa reproduksi)
-
Layanan
anak
-
Layanan
remaja
-
Layanan
kelompok pembaca khusus
-
Layanan
perpustakaan keliling
Ada tiga macam sistem layanan yang biasa dilakukan oleh
perpustakaan, yaitu sistem layanan terbuka, sistem layanan tertutup, dan sistem
layanan campuran. Masing-masing layanan tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan.
1.
Sistem
Layanan Terbuka (open access)
Dalam sistem layanan terbuka,
perpustakaan memberi kebebasan kepada pengunjungnya untuk dapat masuk dan
memilih sendiri koleksi yang diinginkannya dari rak. Oleh karena itu, penataan
ruang koleksi perlu diperhatikan. Misalnya, rambu-rambu yang menunjukkan lokasi
koleksi harus olengkap dan jelas. Jarak antara rak satu dengan rak yang lain
lebih lebar.
Kelebihan
-
Pengguna
bebas memilih koleksi ke rak
-
Kebebasan
ini menimbulkan rangsangan untuk membaca karena biasanya pengguna akan
menemukan bahan pustaka yang menarik yang sebelumnya tidak dicari.
-
Pengguna
dapat mengganti koleksi yang isinya mirip, jika bahan pustaka yang dicarinya
tidak ada
-
Pemakai
dapat membandingkan isi koleksi dengan judul yang dicarinya
-
Pengguna
tidak harus menggunakan katalog
-
Koleksi
lebih didayagunakan
-
Menghemat
tenaga petugas perpustakaan
Kekurangan
-
Pengguna
cenderung mengembalikan koleksi seenaknya sehingga susunan buku di rak menjadi
kacau
-
Kemunginan
kehilangan koleksi sangat besar
-
Tidak
semua pemakai paham dalam mencari koleksi di rak
-
Koleksi
lebih cepat rusak
-
Perlu
pembenahan terus menerus
2.
Layanan
Tertutup (close access)
Layanan tertutup memiliki arti pengguna tidak boleh langsung
mengambil koleksi bahan pustaka yang diinginkannya di rak, tetapi harus melalui
petugas perpustakaan. Pengguna dapat
memilih koleksi bahan pustaka yang diinginkannya melalui katalog yang
disediakan.
Kelebihan
-
Koleksi
lebih terjaga kerapian susunannya di rak karena hanya petugas perpustakaan yang
mengambil
-
Kemungkinan
koleksi hilang sangat kecil
-
Koleksi
tidak cepat rusak
-
Pengawasan
dapat dilakukan lebih longgar
-
Proses
temu kembali informasi lebih efektif
Kelemahan
-
Pengguna
kurang puas dalam mencari koleksi bahan pustaka yang diinginkannya
-
Koleksi
yang didapat kadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai
-
Tidak
semua pemakai paham menggunakan katalog
-
Tidak
semua koleksi dapat didayagunakan
-
Petugas
lebih sibuk
3.
Layanan
Campuran (mixed access)
Layanan campuran merupakan gabungan
layanan terbuka dan tertutup. Layanan campuran ini biasanya digunakan oleh
Perpustakaan Perguruan Tinggi. Untuk koleksi skripsi, referensi, dan thesis
dilayani secara tertutup melalui katalog. Sedangkan untuk koleksi yang bersifat
umum menggunakan layanan terbuka.
Kelebihan
-
Pengguna
dapat langsung menggunakan koleksi referensi dan umum sekaligus
-
Tidak
memerlukan ruang baca khusus koleksi referensi
Kelemahan
-
Petugas
perpustakaan sulit mengontrol pengguna yang menggunakan koleksi referensi dan
koleksi umum sekaligus
-
Perlu
pengawasan yang lebih ketat
A.
Kerangka
dasar sistem layanan informasi
Perpustakaan dapat diartikan sebagai
sumber atau gudang pengetahuan. Untuk itu perpustakaan dapat dipertimbangkan
untuk dikatakan sebagai sistem informasi dalam konsep yang mendasar. Konsep ini
menunjukkan apa saja yang terdapat pada semua sistem informasi, tanpa
memperhatikan tingkat mekanismenya atau bentuk fisik informasi yang dikelola.
Berikut ini adalah gambaran sederhana yang memperlihatkan kerangka dasar sistem
informasi.
Diagram sistem informasi di
perpustakaan yang tercantum dalam Gambar 1. di atas ini adalah modifikasi
diagram The information frame work (Doyle, 1975: 191). Kerangka sistem
informasi Doyle tersebut memberikan garis besar sistem informasi sederhana,
serta menunjukkan bagian-bagian utama yang sama pada semua lembaga simpan dan
temu kembali informasi, seperti perpustakaan, kearsipan, pusat dokumentasi dan
informasi, tanpa memperhatikan tingkat mekanisasi maupun jenis informasi yang
dikelola lembaga-lembaga tersebut. Diharapkan dengan melihat kerangka sistem
informasi ini Anda lebih memahami komponen apa saja yang ada di perpustakaan
dan proses apa yang seharusnya terjadi. Berikut ini dijelaskan beberapa
komponen yang ada di perpustakaan serta proses yang berlangsung di setiap
perpustakaan ataupun di pusat-pusat informasi lainnya.
B.
Komponen
Sistem Informasi
Dalam sistem informasi terdapat empat komponen yaitu:
1.
Bahan
pustaka
Bahan pustaka merupakan media informasi rekam baik tercetak
maupun non cetak yang merupakan komponen utama di setiap sistem informasi.
2.
Susunan
koleksi
Koleksi perpustakaan hanya dapat disusun berdasarkan salah
satu cirinya. Ada dua cara yang dapat dipilih untuk menyusun koleksi
perpustakaan, yaitu:
Ø Penempatan relatif yaitu menampilkan
susunan koleksi berdasarkan subjek bahan pustaka tersebut. Dalam hal ini yang
diberi tanda adalah bahan pustakanya. Bahan pustaka baru dapat disisipkan dalam
susunan koleksi tersebut.
Ø Penempatan tetap yaitu menampilkan
susunan koleksi berdasarkan pada salah satu ciri bahan pustaka, kecuali ciri
subjek. Dalam hal ini yang diberi nomor adalah rak, dengan demikian setiap
bahan pustaka menempati tempat tetap dalam susunan koleksi sehingga tidak
mungin untuk menyisipkan bahan pustaka baru.
3.
Katalog
Dalam sistem informasi di perpustakaan, yang berfungsi
sebagai ingatan adalah katalog yang merupakan sajian ringkas koleksi
perpustakaan.
4.
Pengguna
Pengguna adalah satu komponen yang akan memanfaatkan koleksi
perpustakaan. Pengguna melakukan penelusuran informasi baik melalui katalog
maupun langsung ke jajaran koleksi.
-
Senin, 07 April 2014
WAHYU KURNIAWAN IPTC2
Penyelenggaraan informasi
A. Konsep layanan informasi
Layanan Informasi adalah penyampaian
berbagai informasi kepada sasaran layanan agar individu dapat mengolah dan
memanfaatkan informasi tersebut demi kepentingan hidup dan perkembangannya atau
bisa juga layanan informasi merupakan yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang ditujukan untuk memberikan berbagai informasi agar wawasan para siswa
tentang berbagai hal lebih terbuka, seperti informasi cara belajar yang
efektif, bahaya penggunaan narkotika atau informasi tentang pendidikan dan
dunia kerja.
-
Tujuan
Pemberian Informasi
Layanan pemberian informasi diadakan
untuk membekali para pengguna dengan pengetahuan tentang data dan fakta di
bidang pendidikan sekolah, bidang pekerjaan dan bidang perkembangan
pribadi-sosial, supaya mereka dengan belajar tentang lingkungan hidupnya lebih
mampu mengatur dan merencanakan kehidupannya sendiri. Program bimbingan yang
tidak memberikan layanan pemberian informasi akan menghalangi peserta didik
untuk berkembang lebih jauh, karena mereka membutuhkan kesempatan untuk
mempelajari data dan fakta yang dapat mempengaruhi jalan hidupnya. Namun,
mengingat luasnya informasi yang tersedia dewasa ini, mereka harus mengetahui
pula informasi manakah yang relevan untuk mereka dan mana yang tidak relevan,
serta informasi macam apa yang menyangkut data dan fakta yang tidak berubah dan
ada yang dapat berubah dengan beredarnya roda waktu
-
Komponen
1. Konselor sebagai pelaksana layanan
2. Peserta layanan sebagai sasaran
layanan adalah individu yang memerlukan informasi untuk mengatasi
permasalahannya dan mengembangkan kehidupannya
3. Informasi sebagai isi layanan yang
disesuaikan dengan kebutuhan peserta layanan.
-
Asas
Layanan informasi sangat menuntut
asas kegiatan dari peserta layanan, asas keterbukaan dan kesukarelaan. Asas
kerahasiaan diperlukan jika informasi bersifat pribadi.
-
Tipe-tipe
Informasi
Data dan fakta yang disajikan kepada siswa sebagai informasi
biasanya dibedakan atas tiga tipe dasar, yaitu:
1.
Informasi
tentang pendidikan sekolah yang mencakup semua data mengenai variasi program
pendidikan sekolah dan pendidikan pra-jabatan dari berbagai jenis, mulai dari
semua persyaratan penerimaan sampai dengan bekal yang dimiliki pada waktu
tamat.
2.
Informasi
tentang dunia pekerjaan yang mencakup semua data mengenai jenis-jenis pekerjaan
yang ada di masyarakat (fields of occupation), mengenai graduasi posisi dalam
lingkup suatu jabatan (level of occupation), mengenai persyaratan tahap dan
jenis pendidikan, mengenai system klasifikasi jabatan, dan mengenai prospek
masa depan berkaitan dengan kebutuhan riil masyarakat akan jenis/corak
pekerjaan tertentu. Informasi yang serba lengkap mencakup banyak sekali hal
tentang dunia kerja dan bersifat sangat luas, sebagaimana tampak dalam daftar
topic/bahan yang relevan
3.
Informasi
tentang proses perkembangan manusia muda serta pemahaman terhadap sesama
manusia mencakup semua data dan fakta mengenai tahap-tahap perkembangan serta
lingkungan hidup fisik dan psikologis, bersama dengan hubungan timbal balik
antara perkembangan kepribadian dan pergaulan social di berbagai lingkungan
masyarakat. Informasi yang serba lengkap mencakup banyak sekali hal yang
bersifat sangat luas,
-
Pengumpulan
Bahan Informasi
1. Bentuk-bentuk dan sumber-sumber bahan
informasi.
Bentuk
konkret bahan informasi dapat berupa empat macam yaitu lisan, tertulis,
audiovisual dan disket program computer , erbagai sumber informasi adalah badan pemerintah pusat yang
bergerak dibidang pelayanan dan pendidikan, seperti Departemen-departemen
peretanian, perdagangan, pertahanan dan keamanan, pendidikan dan kebudayaan,
dan tenaga kerja; organisasi lingkungan professional, perindustrian dan
perdagangan’ pencetak/penerbit komersial dll.
2. Akumulasi dan pengelolaan bahan informasi
Bahan
informasi dalam bentuk tertulis, bentuk audiovisual dan bentuk program
computer, dapat dikumpulkan dan disimpan disekolah. Namun pengumpulan dan
penyimpanan bahan informasi saja, belumlah membuat bahan itu siap pakai. Untuk
itu bahan informasi yang ada harus ditempatkan di suatu ruang yang terbuka
untuk umum, dengan menyusun suatu system klasifikasi untuk menyimpan dan
menemukan bahan itu.
Sumber
: http://himitsuqalbu.wordpress.com/2011/12/03/layanan-informasi-makalah/
B.
Tujuan
dan pemanfaatan layanan
Tujuan layanan ada dua yaitu :
1.
Tujuan
umum
Tujuan umum layanan informasi adalah
dikuasainya informasi tertentu oleh peserta layanan informasi tersebut
selanjutnya digunakan oleh perserta untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
perkembangan dirinya.
2.
Tujuan
khusus
Tujuan khusus layanan informasi
terkait dengan fungsi-fungsi konseling. Fungsi pemahaman paling dominan dan
paling langsung diemban oleh layanan informasi. Penguasaan informasi tersebut
dapat digunakan untuk pemecahan masalah (apabila peserta yang bersangkutan
mengalaminya) untuk mencegah timbulnya masalah, untuk mengembangkan dan
memelihara potensi yang ada, dan untuk memungkinkan peserta yang bersangkutan
membuka diri dalam mengaktualisasikan hak-hak nya.
Jasa dan alur informasi perpustakaan
jasa perpustakaan. Seperti diketahui
bersama bahwa perpustakaan didirikan untuk melayani kebutuhan informasi dari
masyarakat, dalam hal ini pengguna perpustakaan. Untuk melayani
pengguna,perpustakaan menyelenggarakan berbagaijasa, yaitu mulai dari jasa
peminjaman, jasa referensi, sampai ke jasa pendidikan pemakai.
Jasa peminjaman, disebut juga dengan
jasa sirkulasi, yaitu jasa dari staf perpustakaan yang melayani peminjaman dan
pengembalian buku. Jasa ini hampir ada di seluruh jenis perpustakaan, kecuali
perpustakaan nasional, yang tidak meminjamkan koleksinya ke perorangan.Sistem sirkulasisebagai
sistem pencatatan dokumen dan media lain yang dipinjam dari sebuah koleksi
dengan mengaitkannya pada peminjam serta data bibliografis, baik secara manual
maupun elektronik. Ada beberapa sistem dalam sistem sirkulasi nonelektronik,
yaitu sistem buku besar, sistem sulih, sistem browne, sistem kertas
karbon,sistem peminjaman newark. Sedangkan sistem elektronik dalam sirkulasi
adalah mempergunakan teknologi komputer. Ada beberapa konsep yang berkaitan
dengan jasa peminjaman, yaitu perpustakaan keliling, pinjam antarperpustakaan,
silang layan dan jasa penelusuran retrospektif.
Jasa referensi, adalah jasa
perpustakaan dalam memberikan informasi berdasarkan referensi pada pemakai.
Jasa ini disebut sebagai jasa informasi, yaitu jasa yang menyediakan informasi
untuk menjawab pertanyaan pemakai. Selanjutnya, jasa ini berkembang menjadi
jasa penelusuran dan penyusunan bibliografi. Jasa referens ini dilakukan oleh
bagian referens dengan mendayagunakan koleksi referens yang dimilikinya. Buku
referens artinya buku yang ditrancang untuk menjawab pertanyaan, mencari data
dan informasi secara cepat.Sementara itu jasa referal didefinisikan sebagai
jasa yang mengarahkan seorang penanya ke sumber yang sesuai untuk informasi dan
data yang diperlukan pemakai. Jasa referensi ini juga menyebabkan adanya jasa
terjemahan, jasa pemencaran informasi terpilih, jasa informasi. Banyak hal-hal
yang berkaitan dengan jasa referens tersebut
Alur Kerja Pencarian Informasi bahan
pustaka di Perpustakaan
Berikut ini adalah alur kerja
bagaimana seorang pencari informasi yang datang ke perpustakaan untuk mencari
bahan pustaka yang diperlukan
Alur di atas memperlihatkan bahwa
seorang Pencari Informasi atau pengguna perpustakaan ketika mencari informasi
dokumen misalnya buku, bagi mereka mempunyai 2 pilihan, yaitu pilihan pertama
adalah pengguna dapat terlebih menelusur keberadaan dokumen melalui OPAC (oline
public access catalog) yang menginformasikan keberadaan buku yang dicari
sebelum ke lokasi dimana buku tersebut berada (rak). Sedangkan Pilihan kedua adalah pencari
informasi atau pemakai perpustakaan mencari informasi dokumen atau buku
langsung ke rak tanpa melalui OPAC, hal ini dapat dilakukan jika pemakai sudah
mengetahu persis akan keberadaan buku tersebut, karena mungkin sudah pernah
meminjam sebelumnya.
Adapun bagi yang tidak tahu persis
akan keberadaan buku yang dicari, maka sebaiknya pengguna terlebih dahulu untuk
menggunakan OPAC, sehingga dapat diperoleh informasi tentang keberadaan buku
tersebut lebih dahulu baik lokasinya, jumlahnya, statusnya dalam keadaan
dipinjam atau tidak dan sebagainya.
http://sigitsinau.wordpress.com/2010/10/18/jasa-perpustakaan/
Jumat, 04 April 2014
Keesamus cewek thailand Cover lagu indonesia
KEESAMUS
mungkin yang sering liat video di youtube tau siapa cewek ini ,,
dia adalah keesamus cewek imut asal thailand yang gemar mengupload videonya bermain gitar menyanyikan lagu-lagu indonesia..
keesamus yang piawai bermain gitar, juga mahir menyanyikan lagu-lagu indonesia, suaranya yang lembut membuat lagu yang ia nyanyikan menjadi lebih enak di dengar..
selain lagu indonesia keesamus juga mengcover lagu-lagu malaysia , barat, dan tentunya jg thailand
berikut lagu-lagu yang sering dinyanyikannya..
http://www.youtube.com/watch?v=6tlLFtGG_1g
http://www.youtube.com/watch?v=8JmrjpUOVXA
http://www.youtube.com/watch?v=pCR4we3yedA
mungkin yang sering liat video di youtube tau siapa cewek ini ,,
dia adalah keesamus cewek imut asal thailand yang gemar mengupload videonya bermain gitar menyanyikan lagu-lagu indonesia..
keesamus yang piawai bermain gitar, juga mahir menyanyikan lagu-lagu indonesia, suaranya yang lembut membuat lagu yang ia nyanyikan menjadi lebih enak di dengar..
selain lagu indonesia keesamus juga mengcover lagu-lagu malaysia , barat, dan tentunya jg thailand
berikut lagu-lagu yang sering dinyanyikannya..
http://www.youtube.com/watch?v=6tlLFtGG_1g
http://www.youtube.com/watch?v=8JmrjpUOVXA
http://www.youtube.com/watch?v=pCR4we3yedA
Kamis, 03 April 2014
Ancaman Bagi Wanita Yang Tidak Menutup Aurat
Ancaman Bagi Wanita yang Membuka
Auratnya
Definisi Aurat
Menurut pengertian bahasa
(literal), aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai’ al-mustaqabbih (kekurangan dan
sesuatu yang mendatangkan celaan). Diantara bentuk pecahan katanya adalah
‘awara`, yang bermakna qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang
bisa menyebabkan rasa malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat
(ditampakkan).
Imam al-Raziy, dalam kamus
Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu
maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan
malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz
1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u
shahibahu in yura minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi
pemiliknya jika terlihat)”.
Imam Syarbiniy dalam kitab
Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan
(kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan
celaan).Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.“
Dalam kamus Lisaan al-’Arab juz
4/616, disebutkan, “Kullu ‘aib wa khalal fi syai’ fahuwa ‘aurat (setiap aib dan
cacat cela pada sesuatu disebut dengan aurat). Wa syai` mu’wirun au ‘awirun:
laa haafidza lahu (sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan)).”
Imam Syaukani, di dalam kitab
Fath al-Qadiir, menyatakan;
“Makna asal dari aurat adalah
al-khalal (aib, cela, cacat). Setelah itu, makna aurat lebih lebih banyak
digunakan untuk mengungkapkan aib yang terjadi pada sesuatu yang seharusnya
dijaga dan ditutup, yakni tiga waktu ketika penutup dibuka. Al-A’masy
membacanya dengan huruf wawu difathah; ‘awaraat. Bacaan seperti ini berasal
dari bahasa suku Hudzail dan Tamim.”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Syafi’iy
Di dalam kitab al-Muhadzdzab juz
1/64, Imam al-Syiraaziy berkata;
“Hadits yang diriwayatkan dari
Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Aurat laki-laki adalah
antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali
muka dan kedua telapak tangan.”
Mohammad bin Ahmad al-Syasyiy,
dalam kitab Haliyat al-’Ulama berkata;
“.. Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Haitsamiy, dalam kitab Manhaj
al-Qawiim juz 1/232, berkata;
“..Sedangkan aurat wanita merdeka,
masih kecil maupun dewasa, baik ketika sholat, berhadapan dengan laki-laki
asing (non mahram) walaupun di luarnya, adalah seluruh badan kecuali muka dan
kedua telapak tangan.”
Dalam kitab al-Umm juz 1/89
dinyatakan;
” ….Aurat perempuan adalah
seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Dimyathiy, dalam kitab I’aanat
al-Thaalibiin, menyatakan;
“..aurat wanita adalah seluruh
badan kecuali muka dan telapak tangan”.
Di dalam kitab Mughniy
al-Muhtaaj, juz 1/185, Imam Syarbiniy menyatakan;
” …Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Hanbaliy
Di dalam kitab al-Mubadda’, Abu
Ishaq menyatakan;
“Aurat laki-laki dan budak
perempuan adalah antara pusat dan lutut. Hanya saja, jika warna kulitnya yang
putih dan merah masih kelihatan, maka ia tidak disebut menutup aurat. Namun,
jika warna kulitnya tertutup, walaupun bentuk tubuhnya masih kelihatan, maka
sholatnya sah. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh, hingga kukunya.
Ibnu Hubairah menyatakan, bahwa inilah pendapat yang masyhur. Al-Qadliy
berkata, ini adalah pendapat Imam Ahmad; berdasarkan sabda Rasulullah, “Seluruh
badan wanita adalah aurat” [HR. Turmudziy, hasan shahih]….Dalam madzhab ini
tidak ada perselisihan bolehnya wanita membuka wajahnya di dalam sholat,
seperti yang telah disebutkan. di dalam kitab al-Mughniy, dan lain-lainnya.”[1]
Di dalam kitab al-Mughniy, juz
1/349, Ibnu Qudamah menyatakan, bahwa
” Mayoritas ulama sepakat bahwa
seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga sepakat; seorang wanita
mesti mengenakan kerudung yang menutupi kepalanya. Jika seorang wanita sholat,
sedangkan kepalanya terbuka, ia wajib mengulangi sholatnya….Abu Hanifah
berpendapat, bahwa kedua mata kaki bukanlah termasuk aurat..Imam Malik,
Auza’iy, dan Syafi’iy berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali
muka dan kedua telapak tangan. Selain keduanya (muka dan telapak tangan) wajib
untuk ditutup ketika hendak mengerjakan sholat…”
Di dalam kitab al-Furuu juz 1/285′,
karya salah seorang ulama Hanbaliy, dituturkan sebagai berikut;
“Seluruh tubuh wanita merdeka
adalah aurat kecuali muka, dan kedua telapak tangan –ini dipilih oleh mayoritas
ulama…..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Malikiy
Dalam kitab Kifayaat al-Thaalib
juz 1/215, Abu al-Hasan al-Malikiy menyatakan, ““Aurat wanita merdeka adalah
seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan..”.
Dalam Hasyiyah Dasuqiy juz 1/215,
dinyatakaN, “Walhasil, aurat haram untuk dilihat meskipun tidak dinikmati. Ini
jika aurat tersebut tidak tertutup. Adapun jika aurat tersebut tertutup, maka
boleh melihatnya. Ini berbeda dengan menyentuh di atas kain penutup; hal ini
(menyentuh aurat yang tertutup) tidak boleh jika kain itu bersambung (melekat)
dengan auratnya, namun jika kain itu terpisah dari auratnya, …sedangkan aurat
wanita muslimah adalah selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Dalam kitab Syarah al-Zarqaaniy,
disebutkan, “Yang demikian itu diperbolehkan.Sebab, aurat wanita adalah seluruh
tubuh kecuali muka dan telapak tangan…”
Mohammad bin Yusuf, dalam kitab
al-Taaj wa al-Ikliil, berkata, “….Aurat budak perempuan adalah seluruh tubuh
kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan tempat kerudung (kepala)…Untuk
seorang wanita, boleh ia menampakkan kepada wanita lain sebagaimana ia boleh
menampakkannya kepada laki-laki –menurut Ibnu Rusyd, tidak ada perbedaan
pendapat dalam hal ini-, wajah dan kedua telapak tangan..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Hanafiy
Abu al-Husain, dalam kitab
al-Hidayah Syarh al-Bidaayah mengatakan;
“Adapun aurat laki-laki adalah
antara pusat dan lututnya…ada pula yang meriwayatkan bahwa selain pusat hingga
mencapai lututnya. Dengan demikian, pusat bukanlah termasuk aurat. Berbeda
dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’iy ra, lutut termasuk aurat.Sedangkan
seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak
tangan…”
Dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’
disebutkan;
“Oleh karena itu, menurut madzhab
kami, lutut termasuk aurat, sedangkan pusat tidak termasuk aurat. Ini berbeda
dengan pendapat Imam Syafi’iy. Yang benar adalah pendapat kami, berdasarkan
sabda Rasulullah saw, “Apa yang ada di bawah pusat dan lutut adalah aurat.” Ini
menunjukkan bahwa lutut termasuk aurat.”
Aurat Wanita; Seluruh Tubuh
Selain Muka dan Kedua Telapak Tangan
Jumhur ‘ulama bersepakat; aurat
wanita meliputi seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya
adalah firman Allah swt:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.”[al-Nuur:31]
Menurut Imam Thabariy dalam
Tafsir al-Thabariy, juz 18/118, makna yang lebih tepat untuk “perhiasan yang
biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan
boleh ditampakkan di kehidupan umum. Sedangkan selain muka dan telapak tangan
adalah aurat, dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki asing, kecuali suami
dan mahram. Penafsiran semacam ini didasarkan pada sebuah riwayat shahih;
Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke ruangan
wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw. pun berpaling seraya
berkata;
“Wahai Asma’ sesungguhnya
perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini
dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.”[HR. Muslim]
Imam Qurthubiy Tafsir Qurthubiy,
juz 12/229; Imam Al-Suyuthiy, Durr al-Mantsuur, juz 6/178-182; Zaad al-Masiir,
juz 6/30-32; menyatakan, bahwa ayat di atas merupakan perintah dari Allah swt
kepada wanita Mukminat agar tidak menampakkan perhiasannya kepada para
laki-laki penglihat, kecuali hal-hal yang dikecualikan bagi para laki-laki
penglihat. Selanjutnya, Allah swt mengecualikan perhiasan-perhiasan yang boleh
dilihat oleh laki-laki penglihat, pada frase selanjutnya. Hanya saja, para
ulama berbeda pendapat mengenai batasan perhiasan yang boleh ditampakkan oleh
wanita. Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa maksud frase “illa ma dzahara minha”
adalah dzaahir al-ziinah” (perhiasan dzahir), yakni baju. Sedangkan menurut
Ibnu Jabir adalah baju dan wajah. Sa’id bin Jabiir, ‘Atha’ dan Auza’iy
berpendapat; muka, kedua telapak tangan, dan baju.
Menurut Imam al-Nasafiy, yang
dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) adalah semua yang digunakan oleh wanita
untuk berhias, misalnya, cincin, kalung, gelang, dan sebagainya.Sedangkan yang
dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) di sini adalah “mawaadli’ al-ziinah”
(tempat menaruh perhiasan). Artinya, maksud dari ayat di atas adalah “janganlah
kalian menampakkan anggota tubuh yang biasa digunakan untuk menaruh perhiasan,
kecuali yang biasa tampak; yakni muka, kedua telapak tangan, dan dua mata
kaki”[4].
Syarat-syarat Menutup Aurat
Menutup aurat harus dilakukan
hingga warna kulitnya tertutup. Seseorang tidak bisa dikatakan melakukan “satru
al-’aurat” (menutup aurat) jika auratnya sekedar ditutup dengan kain atau
sesuatu yang tipis hingga warna kulitnya masih tampak kehilatan. Dalil yang
menunjukkan ketentuan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah
ra, ra bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi saw dengan
berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah saw. berpaling seraya bersabda,
“Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak
pantas baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.”
Dalam hadits ini, Rasulullah saw.
menganggap bahwa Asma’ belum menutup auratnya, meskipun Asma telah menutup
auratnya dengan kain transparan. Oleh karena itu lalu Nabi saw berpaling seraya
memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat
menutupi .Dalil lain yang menunjukkan masalah ini adalah hadits riwayat Usamah,
bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi saw tentang kain tipis. Usamah menjawab,
bahwasanya ia telah mengenakannya terhadap isterinya, maka Rasulullah saw.
bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu melilitkan di
bagian dalam kain tipis, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak
lekuk tubuhnya.”
Qabtiyah dalam lafadz di atas
adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah saw. mengetahui
bahwasanya Usamah mengenakan kepada isterinya kain tipis, beliau memerintahkan
agar kain itu dikenakan pada bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna
kulitnya. Beliau bersabda,”Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalamnya
kain tipis.” Kedua hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwasanya aurat
harus ditutup dengan sesuatu, hingga warna kulitnya tidak tampak.
Khimar (Kerudung) dan Jilbab;
Busana Wanita Di Luar Rumah
Selain memerintahkan wanita untuk
menutup auratnya, syariat Islam juga mewajibkan wanita untuk mengenakan busana
khusus ketika hendak keluar rumah. Sebab, Islam telah mensyariatkan pakaian
tertentu yang harus dikenakan wanita ketika berada depan khalayak umum.
Kewajiban wanita mengenakan busana Islamiy ketika keluar rumah merupakan
kewajiban tersendiri yang terpisah dari kewajiban menutup aurat. Dengan kata
lain, kewajiban menutup aurat adalah satu sisi, sedangkan kewajiban mengenakan
busana Islamiy (jilbab dan khimar) adalah kewajiban di sisi yang lain. Dua
kewajiban ini tidak boleh dicampuradukkan, sehingga muncul persepsi yang salah
terhadap keduanya.
Dalam konteks “menutup aurat”
(satru al-’aurat), syariat Islam tidak mensyaratkan bentuk pakaian tertentu,
atau bahan tertentu untuk dijadikan sebagai penutup aurat. Syariat hanya
mensyaratkan agar sesuatu yang dijadikan penutup aurat, harus mampu menutupi
warna kulit.Oleh karena itu, seorang wanita Muslim boleh saja mengenakan
pakaian dengan model apapun, semampang bisa menutupi auratnya secara sempurna.
Hanya saja, ketika ia hendak keluar dari rumah, ia tidak boleh pergi dengan
pakaian sembarang, walaupun pakaian itu bisa menutupi auratnya dengan sempurna.
Akan tetapi, ia wajib mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab yang dikenakan di
atas pakaian biasanya. Sebab, syariat telah menetapkan jilbab dan khimar
sebagai busana Islamiy yang wajib dikenakan seorang wanita Muslim ketika berada
di luar rumah, atau berada di kehidupan umum.
Walhasil, walaupun seorang wanita
telah menutup auratnya, yakni menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua
telapak tangan, ia tetap tidak boleh keluar keluar dari rumah sebelum
mengenakan khimar dan jilbab.
Perintah Mengenakan Khimar
Pakaian yang telah ditetapkan
oleh syariat Islam bagi wanita ketika ia keluar di kehidupan umum adalah khimar
dan jilbab. Dalil yang menunjukkan perintah ini adalah firman Allah swt;
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dadanya..”[al-Nuur:31]
Ayat ini berisi perintah dari
Allah swt agar wanita mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala,
leher, dan dada.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisaan
al-’Arab menuturkan; al-khimaar li al-mar`ah : al-nashiif (khimar bagi
perempuan adalah al-nashiif (penutup kepala). Ada pula yang menyatakan; khimaar
adalah kain penutup yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Bentuk
pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur. [5]
Khimar (kerudung) adalah ghitha’
al-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada), agar leher dan
dadanya tidak tampak.[6]
Dalam Kitab al-Tibyaan fi Tafsiir
Ghariib al-Quran dinyatakan;
“Khumurihinna, bentuk jamak
(plural) dari khimaar, yang bermakna al-miqna’ (penutup kepala).Dinamakan
seperti itu karena, kepala ditutup dengannya (khimar)..”[7]
Ibnu al-’Arabiy di dalam kitab
Ahkaam al-Quran menyatakan, “Jaib” adalah kerah baju, dan khimar adalah penutup
kepala . Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah ra, bahwasanya ia
berkata, “Semoga Allah mengasihi wanita-wanita Muhajir yang pertama. Ketika
diturunkan firman Allah swt “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
mereka ke dada mereka”, mereka membelah kain selendang mereka”. Di dalam
riwayat yang lain disebutkan, “Mereka membelah kain mereka, lalu berkerudung
dengan kain itu, seakan-akan siapa saja yang memiliki selendang, dia akan
membelahnya selendangnya, dan siapa saja yang mempunyai kain, ia akan membelah
kainnya.” Ini menunjukkan, bahwa leher dan dada ditutupi dengan kain yang
mereka miliki.”[8]
Di dalam kitab Fath al-Baariy, al-Hafidz Ibnu
Hajar menyatakan, “Adapun yang dimaksud dengan frase “fakhtamarna bihaa” (lalu
mereka berkerudung dengan kain itu), adalah para wanita itu meletakkan kerudung
di atas kepalanya, kemudian menjulurkannya dari samping kanan ke pundak kiri. Itulah
yang disebut dengan taqannu’ (berkerudung). Al-Farra’ berkata,”Pada masa
jahiliyyah, wanita mengulurkan kerudungnya dari belakang dan membuka bagian
depannya. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk menutupinya. Khimar
(kerudung) bagi wanita mirip dengan ‘imamah (sorban) bagi laki-laki.” [9]
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir
Ibnu Katsir menyatakan;
“Khumur adalah bentuk jamak
(plural) dari khimaar; yakni apa-apa yang bisa menutupi kepala.Khimaar
kadang-kadang disebut oleh masyarakat dengan kerudung (al-miqaana’), Sa’id bin
Jabir berkata, “wal yadlribna : walyasydadna bi khumurihinna ‘ala juyuubihinna,
ya’ni ‘ala al-nahr wa al-shadr, fa laa yara syai` minhu (walyadlribna :
ulurkanlah kerudung-kerudung mereka di atas kerah mereka, yakni di atas leher
dan dada mereka, sehingga tidak terlihat apapun darinya).”[10]
Imam Syaukaniy dalam Fath
al-Qadiir, berkata;
“Khumur adalah bentuk plural dari
khimar; yakni apa-apa yang digunakan penutup kepala oleh seorang
wanita..al-Juyuub adalah bentuk jamak dari jaib yang bermakna al-qath’u min
dur’u wa al-qamiish (kerah baju)..Para ahli tafsir mengatakan; dahulu,
wanita-wanita jahiliyyah menutupkan kerudungnya ke belakang, sedangkan kerah
baju mereka bagian depan terlalu lebar (luas), hingga akhirnya, leher dan
kalung mereka terlihat. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk mengulurkan
kain kerudung mereka di atas dada mereka untuk menutup apa yang selama ini
tampak”.[11]
Dalam kitab Zaad al-Masiir,
dituturkan;
“Khumur adalah bentuk jamak dari
khimar, yakni maa tughthiy bihi al-mar`atu ra`sahaa (apa-apa yang digunakan
wanita untuk menutupi kepalanya). Makna ayat ini (al-Nuur:31) adalah hendaknya
para wanita itu menjulurkan kerudungnya (al-miqna’) di atas dada mereka; yang
dengan itu, mereka bisa menutupi rambut, anting-anting, dan leher mereka.”[12]
Perintah Mengenakan Jilbab
Adapun kewajiban mengenakan
jilbab bagi wanita Mukminat dijelaskan di dalam surat al-Ahzab ayat 59. Allah
swt berfirman :
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[al-Ahzab:59]
Ayat ini merupakan perintah yang
sangat jelas kepada wanita-wanita Mukminat untuk mengenakan jilbab. Adapun yang
dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang
yang tidak berjahit). Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti
sirdaab (terowongan) atau sinmaar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar
bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian
kesehariannya seperti halnya baju kurung.”[Kamus al-Muhith]. Sedangkan dalam
kamus al-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, “jilbab adalah kain panjang dan
longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).”[Kamus
al-Shahhah, al-Jauhariy]
Di dalam kamus Lisaan al-’Arab
dituturkan; al-jilbab ; al-qamish (baju); wa al-jilbaab tsaub awsaa’ min
al-khimaar duuna ridaa’ tughthi bihi al-mar`ah ra’sahaa wa shadrahaa (baju yang
lebih luas daripada khimar, namun berbeda dengan ridaa’, yang dikenakan wanita
untuk menutupi kepala dan dadanya.” Ada pula yang mengatakan al-jilbaab: tsaub
al-waasi’ duuna milhafah talbasuhaa al-mar`ah (pakaian luas yang berbeda dengan
baju kurung, yang dikenakan wanita). Ada pula yang menyatakan; al-jilbaab :
al-milhafah (baju kurung).[13]
Al-Zamakhsyariy, dalam tafsir
al-Kasysyaf menyatakan, “Jilbab adalah pakaian luas, dan lebih luas daripada
kerudung, namun lebih sempit daripada rida’ (juba).[14]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy
menyatakan, “Jilbaab adalah tsaub al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih
besar daripada kerudung). Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud,
jilbaab adalah ridaa’ (jubah atau mantel). Ada pula yang menyatakan ia adalah
al-qanaa’ (kerudung). Yang benar, jilbab adalah tsaub yasturu jamii’ al-badan
(pakaian yang menutupi seluruh badan). Di dalam shahih Muslim diriwayatkan
sebuah hadits dari Ummu ‘Athiyyah, bahwasanya ia berkata, “Ya Rasulullah ,
salah seorang wanita diantara kami tidak memiliki jilbab.Nabi
menjawab,”Hendaknya, saudaranya meminjamkan jilbab untuknya”.[15]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir
menyatakan, “al-jilbaab huwa al-ridaa` fauq al-khimaar (jubah yang dikenakan di
atas kerudung). Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah, al-Hasan al-Bashriy, Sa’id bin
Jabiir, Ibrahim al-Nakha’iy, ‘Atha’ al-Khuraasaniy, dan lain-lain, berpendapat
bahwa jilbab itu kedudukannya sama dengan (al-izaar) sarung pada saat ini.
Al-Jauhariy berkata, “al-Jilbaab; al-Milhafah (baju kurung).”[16]
Imam Syaukani, dalam Tafsir Fathu al-Qadiir,
mengatakan;
“Al-jilbaab wa huwa al-tsaub
al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih besar dibandingkan kerudung).
Al-Jauhari berkata, “al-Jilbaab; al-milhafah (baju kurung). Ada yang menyatakan
al-qanaa’ (kerudung), ada pula yang menyatakan tsaub yasturu jamii’ al-badan
al-mar`ah.”[17]
Al-Hafidz al-Suyuthiy dalam
Tafsir Jalalain berkata;
” Jilbaab adalah al-mulaa`ah
(kain panjang yang tak berjahit) yang digunakan selimut oleh wanita, yakni,
sebagiannya diulurkan di atas wajahnya, jika seorang wanita hendak keluar untuk
suatu keperluan, hingga tinggal satu mata saja yang tampak”[18]
Ancaman Bagi Orang yang Membuka
Auratnya
Imam Muslim menuturkan sebuah
riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
“Ada dua golongan manusia yang menjadi
penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok
orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti
umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang
berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka
tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat
tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim].
Di dalam Syarah Shahih Muslim,
Imam Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk salah satu mukjizat kenabian.
Sungguh, akan muncul kedua golongan itu. Hadits ini bertutur tentang celaan
kepada dua golongan tersebut. Sebagian ‘ulama berpendapat, bahwa maksud dari
hadits ini adalah wanita-wanita yang ingkar terhadap nikmat, dan tidak pernah
bersyukur atas karunia Allah.Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa mereka
adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya, dan menyingkap sebagian
tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya atau karena tujuan yang
lain. Sebagian ulama lain berpendapat, mereka adalah wanita yang mengenakan
pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya (transparan)…Kepala mereka
digelung dengan kain kerudung, sorban, atau yang lainnya, hingga tampak besar
seperti punuk onta.”
Imam Ahmad juga meriwayatkan
sebuah hadits dari Abu Hurairah dengan redaksi berbeda.
“Ada dua golongan penghuni neraka, yang aku
tidak pernah melihat keduanya sebelumnya. Wanita-wanita yang telanjang,
berpakaian tipis, dan berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung seperti punuk
onta. Mereka tidak akan masuk surga, dan mencium baunya. Dan laki-laki yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia
“[HR. Imam Ahmad]
Hadits-hadits di atas merupakan
ancaman yang sangat keras bagi wanita yang menampakkan sebagian atau
keseluruhan auratnya, berbusana tipis, dan berlenggak-lenggok.
Kesimpulan
Syariat Islam telah mewajibkan
wanita untuk menutup anggota tubuhnya yang termasuk aurat. Seorang wanita
diharamkan menampakkan auratnya di kehidupan umum, di hadapan laki-laki non
mahram, atau ketika ia melaksanakan ibadah-ibadah tertentu yang mensyaratkan
adanya satru al-’aurat (menutup aurat).
Aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan kedua telapak tangan. Seseorang baru disebut menutup aurat,
jika warna kulit tubuhnya tidak lagi tampak dari luar. Dengan kata lain,
penutup yang digunakan untuk menutup aurat tidak boleh transparan hingga warna
kulitnya masih tampak; akan tetapi harus mampu menutup warna kulit.
Ancaman bagi yang tidak menurut
aurat adalah tidak mencium bau surge alias neraka, karena tidak amanah, tidak
tunduk kepada aturan sang Kholik.
Definisi Aurat
Menurut pengertian bahasa
(literal), aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai’ al-mustaqabbih (kekurangan dan
sesuatu yang mendatangkan celaan). Diantara bentuk pecahan katanya adalah
‘awara`, yang bermakna qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang
bisa menyebabkan rasa malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat
(ditampakkan).
Imam al-Raziy, dalam kamus
Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu
maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan
malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz
1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u
shahibahu in yura minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi
pemiliknya jika terlihat)”.
Imam Syarbiniy dalam kitab
Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan
(kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan
celaan).Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.“
Dalam kamus Lisaan al-’Arab juz
4/616, disebutkan, “Kullu ‘aib wa khalal fi syai’ fahuwa ‘aurat (setiap aib dan
cacat cela pada sesuatu disebut dengan aurat). Wa syai` mu’wirun au ‘awirun:
laa haafidza lahu (sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan)).”
Imam Syaukani, di dalam kitab
Fath al-Qadiir, menyatakan;
“Makna asal dari aurat adalah
al-khalal (aib, cela, cacat). Setelah itu, makna aurat lebih lebih banyak
digunakan untuk mengungkapkan aib yang terjadi pada sesuatu yang seharusnya
dijaga dan ditutup, yakni tiga waktu ketika penutup dibuka. Al-A’masy
membacanya dengan huruf wawu difathah; ‘awaraat. Bacaan seperti ini berasal
dari bahasa suku Hudzail dan Tamim.”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Syafi’iy
Di dalam kitab al-Muhadzdzab juz
1/64, Imam al-Syiraaziy berkata;
“Hadits yang diriwayatkan dari
Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Aurat laki-laki adalah
antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali
muka dan kedua telapak tangan.”
Mohammad bin Ahmad al-Syasyiy,
dalam kitab Haliyat al-’Ulama berkata;
“.. Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Haitsamiy, dalam kitab Manhaj
al-Qawiim juz 1/232, berkata;
“..Sedangkan aurat wanita merdeka,
masih kecil maupun dewasa, baik ketika sholat, berhadapan dengan laki-laki
asing (non mahram) walaupun di luarnya, adalah seluruh badan kecuali muka dan
kedua telapak tangan.”
Dalam kitab al-Umm juz 1/89
dinyatakan;
” ….Aurat perempuan adalah
seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Dimyathiy, dalam kitab I’aanat
al-Thaalibiin, menyatakan;
“..aurat wanita adalah seluruh
badan kecuali muka dan telapak tangan”.
Di dalam kitab Mughniy
al-Muhtaaj, juz 1/185, Imam Syarbiniy menyatakan;
” …Sedangkan aurat wanita adalah
seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Hanbaliy
Di dalam kitab al-Mubadda’, Abu
Ishaq menyatakan;
“Aurat laki-laki dan budak
perempuan adalah antara pusat dan lutut. Hanya saja, jika warna kulitnya yang
putih dan merah masih kelihatan, maka ia tidak disebut menutup aurat. Namun,
jika warna kulitnya tertutup, walaupun bentuk tubuhnya masih kelihatan, maka
sholatnya sah. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh, hingga kukunya.
Ibnu Hubairah menyatakan, bahwa inilah pendapat yang masyhur. Al-Qadliy
berkata, ini adalah pendapat Imam Ahmad; berdasarkan sabda Rasulullah, “Seluruh
badan wanita adalah aurat” [HR. Turmudziy, hasan shahih]….Dalam madzhab ini
tidak ada perselisihan bolehnya wanita membuka wajahnya di dalam sholat,
seperti yang telah disebutkan. di dalam kitab al-Mughniy, dan lain-lainnya.”[1]
Di dalam kitab al-Mughniy, juz
1/349, Ibnu Qudamah menyatakan, bahwa
” Mayoritas ulama sepakat bahwa
seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga sepakat; seorang wanita
mesti mengenakan kerudung yang menutupi kepalanya. Jika seorang wanita sholat,
sedangkan kepalanya terbuka, ia wajib mengulangi sholatnya….Abu Hanifah
berpendapat, bahwa kedua mata kaki bukanlah termasuk aurat..Imam Malik,
Auza’iy, dan Syafi’iy berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali
muka dan kedua telapak tangan. Selain keduanya (muka dan telapak tangan) wajib
untuk ditutup ketika hendak mengerjakan sholat…”
Di dalam kitab al-Furuu juz 1/285′,
karya salah seorang ulama Hanbaliy, dituturkan sebagai berikut;
“Seluruh tubuh wanita merdeka
adalah aurat kecuali muka, dan kedua telapak tangan –ini dipilih oleh mayoritas
ulama…..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Malikiy
Dalam kitab Kifayaat al-Thaalib
juz 1/215, Abu al-Hasan al-Malikiy menyatakan, ““Aurat wanita merdeka adalah
seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan..”.
Dalam Hasyiyah Dasuqiy juz 1/215,
dinyatakaN, “Walhasil, aurat haram untuk dilihat meskipun tidak dinikmati. Ini
jika aurat tersebut tidak tertutup. Adapun jika aurat tersebut tertutup, maka
boleh melihatnya. Ini berbeda dengan menyentuh di atas kain penutup; hal ini
(menyentuh aurat yang tertutup) tidak boleh jika kain itu bersambung (melekat)
dengan auratnya, namun jika kain itu terpisah dari auratnya, …sedangkan aurat
wanita muslimah adalah selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Dalam kitab Syarah al-Zarqaaniy,
disebutkan, “Yang demikian itu diperbolehkan.Sebab, aurat wanita adalah seluruh
tubuh kecuali muka dan telapak tangan…”
Mohammad bin Yusuf, dalam kitab
al-Taaj wa al-Ikliil, berkata, “….Aurat budak perempuan adalah seluruh tubuh
kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan tempat kerudung (kepala)…Untuk
seorang wanita, boleh ia menampakkan kepada wanita lain sebagaimana ia boleh
menampakkannya kepada laki-laki –menurut Ibnu Rusyd, tidak ada perbedaan
pendapat dalam hal ini-, wajah dan kedua telapak tangan..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab
Hanafiy
Abu al-Husain, dalam kitab
al-Hidayah Syarh al-Bidaayah mengatakan;
“Adapun aurat laki-laki adalah
antara pusat dan lututnya…ada pula yang meriwayatkan bahwa selain pusat hingga
mencapai lututnya. Dengan demikian, pusat bukanlah termasuk aurat. Berbeda
dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’iy ra, lutut termasuk aurat.Sedangkan
seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak
tangan…”
Dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’
disebutkan;
“Oleh karena itu, menurut madzhab
kami, lutut termasuk aurat, sedangkan pusat tidak termasuk aurat. Ini berbeda
dengan pendapat Imam Syafi’iy. Yang benar adalah pendapat kami, berdasarkan
sabda Rasulullah saw, “Apa yang ada di bawah pusat dan lutut adalah aurat.” Ini
menunjukkan bahwa lutut termasuk aurat.”
Aurat Wanita; Seluruh Tubuh
Selain Muka dan Kedua Telapak Tangan
Jumhur ‘ulama bersepakat; aurat
wanita meliputi seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya
adalah firman Allah swt:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.”[al-Nuur:31]
Menurut Imam Thabariy dalam
Tafsir al-Thabariy, juz 18/118, makna yang lebih tepat untuk “perhiasan yang
biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan
boleh ditampakkan di kehidupan umum. Sedangkan selain muka dan telapak tangan
adalah aurat, dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki asing, kecuali suami
dan mahram. Penafsiran semacam ini didasarkan pada sebuah riwayat shahih;
Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke ruangan
wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw. pun berpaling seraya
berkata;
“Wahai Asma’ sesungguhnya
perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini
dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.”[HR. Muslim]
Imam Qurthubiy Tafsir Qurthubiy,
juz 12/229; Imam Al-Suyuthiy, Durr al-Mantsuur, juz 6/178-182; Zaad al-Masiir,
juz 6/30-32; menyatakan, bahwa ayat di atas merupakan perintah dari Allah swt
kepada wanita Mukminat agar tidak menampakkan perhiasannya kepada para
laki-laki penglihat, kecuali hal-hal yang dikecualikan bagi para laki-laki
penglihat. Selanjutnya, Allah swt mengecualikan perhiasan-perhiasan yang boleh
dilihat oleh laki-laki penglihat, pada frase selanjutnya. Hanya saja, para
ulama berbeda pendapat mengenai batasan perhiasan yang boleh ditampakkan oleh
wanita. Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa maksud frase “illa ma dzahara minha”
adalah dzaahir al-ziinah” (perhiasan dzahir), yakni baju. Sedangkan menurut
Ibnu Jabir adalah baju dan wajah. Sa’id bin Jabiir, ‘Atha’ dan Auza’iy
berpendapat; muka, kedua telapak tangan, dan baju.
Menurut Imam al-Nasafiy, yang
dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) adalah semua yang digunakan oleh wanita
untuk berhias, misalnya, cincin, kalung, gelang, dan sebagainya.Sedangkan yang
dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) di sini adalah “mawaadli’ al-ziinah”
(tempat menaruh perhiasan). Artinya, maksud dari ayat di atas adalah “janganlah
kalian menampakkan anggota tubuh yang biasa digunakan untuk menaruh perhiasan,
kecuali yang biasa tampak; yakni muka, kedua telapak tangan, dan dua mata
kaki”[4].
Syarat-syarat Menutup Aurat
Menutup aurat harus dilakukan
hingga warna kulitnya tertutup. Seseorang tidak bisa dikatakan melakukan “satru
al-’aurat” (menutup aurat) jika auratnya sekedar ditutup dengan kain atau
sesuatu yang tipis hingga warna kulitnya masih tampak kehilatan. Dalil yang
menunjukkan ketentuan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah
ra, ra bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi saw dengan
berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah saw. berpaling seraya bersabda,
“Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak
pantas baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.”
Dalam hadits ini, Rasulullah saw.
menganggap bahwa Asma’ belum menutup auratnya, meskipun Asma telah menutup
auratnya dengan kain transparan. Oleh karena itu lalu Nabi saw berpaling seraya
memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat
menutupi .Dalil lain yang menunjukkan masalah ini adalah hadits riwayat Usamah,
bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi saw tentang kain tipis. Usamah menjawab,
bahwasanya ia telah mengenakannya terhadap isterinya, maka Rasulullah saw.
bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu melilitkan di
bagian dalam kain tipis, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak
lekuk tubuhnya.”
Qabtiyah dalam lafadz di atas
adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah saw. mengetahui
bahwasanya Usamah mengenakan kepada isterinya kain tipis, beliau memerintahkan
agar kain itu dikenakan pada bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna
kulitnya. Beliau bersabda,”Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalamnya
kain tipis.” Kedua hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwasanya aurat
harus ditutup dengan sesuatu, hingga warna kulitnya tidak tampak.
Khimar (Kerudung) dan Jilbab;
Busana Wanita Di Luar Rumah
Selain memerintahkan wanita untuk
menutup auratnya, syariat Islam juga mewajibkan wanita untuk mengenakan busana
khusus ketika hendak keluar rumah. Sebab, Islam telah mensyariatkan pakaian
tertentu yang harus dikenakan wanita ketika berada depan khalayak umum.
Kewajiban wanita mengenakan busana Islamiy ketika keluar rumah merupakan
kewajiban tersendiri yang terpisah dari kewajiban menutup aurat. Dengan kata
lain, kewajiban menutup aurat adalah satu sisi, sedangkan kewajiban mengenakan
busana Islamiy (jilbab dan khimar) adalah kewajiban di sisi yang lain. Dua
kewajiban ini tidak boleh dicampuradukkan, sehingga muncul persepsi yang salah
terhadap keduanya.
Dalam konteks “menutup aurat”
(satru al-’aurat), syariat Islam tidak mensyaratkan bentuk pakaian tertentu,
atau bahan tertentu untuk dijadikan sebagai penutup aurat. Syariat hanya
mensyaratkan agar sesuatu yang dijadikan penutup aurat, harus mampu menutupi
warna kulit.Oleh karena itu, seorang wanita Muslim boleh saja mengenakan
pakaian dengan model apapun, semampang bisa menutupi auratnya secara sempurna.
Hanya saja, ketika ia hendak keluar dari rumah, ia tidak boleh pergi dengan
pakaian sembarang, walaupun pakaian itu bisa menutupi auratnya dengan sempurna.
Akan tetapi, ia wajib mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab yang dikenakan di
atas pakaian biasanya. Sebab, syariat telah menetapkan jilbab dan khimar
sebagai busana Islamiy yang wajib dikenakan seorang wanita Muslim ketika berada
di luar rumah, atau berada di kehidupan umum.
Walhasil, walaupun seorang wanita
telah menutup auratnya, yakni menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua
telapak tangan, ia tetap tidak boleh keluar keluar dari rumah sebelum
mengenakan khimar dan jilbab.
Perintah Mengenakan Khimar
Pakaian yang telah ditetapkan
oleh syariat Islam bagi wanita ketika ia keluar di kehidupan umum adalah khimar
dan jilbab. Dalil yang menunjukkan perintah ini adalah firman Allah swt;
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dadanya..”[al-Nuur:31]
Ayat ini berisi perintah dari
Allah swt agar wanita mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala,
leher, dan dada.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisaan
al-’Arab menuturkan; al-khimaar li al-mar`ah : al-nashiif (khimar bagi
perempuan adalah al-nashiif (penutup kepala). Ada pula yang menyatakan; khimaar
adalah kain penutup yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Bentuk
pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur. [5]
Khimar (kerudung) adalah ghitha’
al-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada), agar leher dan
dadanya tidak tampak.[6]
Dalam Kitab al-Tibyaan fi Tafsiir
Ghariib al-Quran dinyatakan;
“Khumurihinna, bentuk jamak
(plural) dari khimaar, yang bermakna al-miqna’ (penutup kepala).Dinamakan
seperti itu karena, kepala ditutup dengannya (khimar)..”[7]
Ibnu al-’Arabiy di dalam kitab
Ahkaam al-Quran menyatakan, “Jaib” adalah kerah baju, dan khimar adalah penutup
kepala . Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah ra, bahwasanya ia
berkata, “Semoga Allah mengasihi wanita-wanita Muhajir yang pertama. Ketika
diturunkan firman Allah swt “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
mereka ke dada mereka”, mereka membelah kain selendang mereka”. Di dalam
riwayat yang lain disebutkan, “Mereka membelah kain mereka, lalu berkerudung
dengan kain itu, seakan-akan siapa saja yang memiliki selendang, dia akan
membelahnya selendangnya, dan siapa saja yang mempunyai kain, ia akan membelah
kainnya.” Ini menunjukkan, bahwa leher dan dada ditutupi dengan kain yang
mereka miliki.”[8]
Di dalam kitab Fath al-Baariy, al-Hafidz Ibnu
Hajar menyatakan, “Adapun yang dimaksud dengan frase “fakhtamarna bihaa” (lalu
mereka berkerudung dengan kain itu), adalah para wanita itu meletakkan kerudung
di atas kepalanya, kemudian menjulurkannya dari samping kanan ke pundak kiri. Itulah
yang disebut dengan taqannu’ (berkerudung). Al-Farra’ berkata,”Pada masa
jahiliyyah, wanita mengulurkan kerudungnya dari belakang dan membuka bagian
depannya. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk menutupinya. Khimar
(kerudung) bagi wanita mirip dengan ‘imamah (sorban) bagi laki-laki.” [9]
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir
Ibnu Katsir menyatakan;
“Khumur adalah bentuk jamak
(plural) dari khimaar; yakni apa-apa yang bisa menutupi kepala.Khimaar
kadang-kadang disebut oleh masyarakat dengan kerudung (al-miqaana’), Sa’id bin
Jabir berkata, “wal yadlribna : walyasydadna bi khumurihinna ‘ala juyuubihinna,
ya’ni ‘ala al-nahr wa al-shadr, fa laa yara syai` minhu (walyadlribna :
ulurkanlah kerudung-kerudung mereka di atas kerah mereka, yakni di atas leher
dan dada mereka, sehingga tidak terlihat apapun darinya).”[10]
Imam Syaukaniy dalam Fath
al-Qadiir, berkata;
“Khumur adalah bentuk plural dari
khimar; yakni apa-apa yang digunakan penutup kepala oleh seorang
wanita..al-Juyuub adalah bentuk jamak dari jaib yang bermakna al-qath’u min
dur’u wa al-qamiish (kerah baju)..Para ahli tafsir mengatakan; dahulu,
wanita-wanita jahiliyyah menutupkan kerudungnya ke belakang, sedangkan kerah
baju mereka bagian depan terlalu lebar (luas), hingga akhirnya, leher dan
kalung mereka terlihat. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk mengulurkan
kain kerudung mereka di atas dada mereka untuk menutup apa yang selama ini
tampak”.[11]
Dalam kitab Zaad al-Masiir,
dituturkan;
“Khumur adalah bentuk jamak dari
khimar, yakni maa tughthiy bihi al-mar`atu ra`sahaa (apa-apa yang digunakan
wanita untuk menutupi kepalanya). Makna ayat ini (al-Nuur:31) adalah hendaknya
para wanita itu menjulurkan kerudungnya (al-miqna’) di atas dada mereka; yang
dengan itu, mereka bisa menutupi rambut, anting-anting, dan leher mereka.”[12]
Perintah Mengenakan Jilbab
Adapun kewajiban mengenakan
jilbab bagi wanita Mukminat dijelaskan di dalam surat al-Ahzab ayat 59. Allah
swt berfirman :
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[al-Ahzab:59]
Ayat ini merupakan perintah yang
sangat jelas kepada wanita-wanita Mukminat untuk mengenakan jilbab. Adapun yang
dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang
yang tidak berjahit). Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti
sirdaab (terowongan) atau sinmaar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar
bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian
kesehariannya seperti halnya baju kurung.”[Kamus al-Muhith]. Sedangkan dalam
kamus al-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, “jilbab adalah kain panjang dan
longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).”[Kamus
al-Shahhah, al-Jauhariy]
Di dalam kamus Lisaan al-’Arab
dituturkan; al-jilbab ; al-qamish (baju); wa al-jilbaab tsaub awsaa’ min
al-khimaar duuna ridaa’ tughthi bihi al-mar`ah ra’sahaa wa shadrahaa (baju yang
lebih luas daripada khimar, namun berbeda dengan ridaa’, yang dikenakan wanita
untuk menutupi kepala dan dadanya.” Ada pula yang mengatakan al-jilbaab: tsaub
al-waasi’ duuna milhafah talbasuhaa al-mar`ah (pakaian luas yang berbeda dengan
baju kurung, yang dikenakan wanita). Ada pula yang menyatakan; al-jilbaab :
al-milhafah (baju kurung).[13]
Al-Zamakhsyariy, dalam tafsir
al-Kasysyaf menyatakan, “Jilbab adalah pakaian luas, dan lebih luas daripada
kerudung, namun lebih sempit daripada rida’ (juba).[14]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy
menyatakan, “Jilbaab adalah tsaub al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih
besar daripada kerudung). Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud,
jilbaab adalah ridaa’ (jubah atau mantel). Ada pula yang menyatakan ia adalah
al-qanaa’ (kerudung). Yang benar, jilbab adalah tsaub yasturu jamii’ al-badan
(pakaian yang menutupi seluruh badan). Di dalam shahih Muslim diriwayatkan
sebuah hadits dari Ummu ‘Athiyyah, bahwasanya ia berkata, “Ya Rasulullah ,
salah seorang wanita diantara kami tidak memiliki jilbab.Nabi
menjawab,”Hendaknya, saudaranya meminjamkan jilbab untuknya”.[15]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir
menyatakan, “al-jilbaab huwa al-ridaa` fauq al-khimaar (jubah yang dikenakan di
atas kerudung). Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah, al-Hasan al-Bashriy, Sa’id bin
Jabiir, Ibrahim al-Nakha’iy, ‘Atha’ al-Khuraasaniy, dan lain-lain, berpendapat
bahwa jilbab itu kedudukannya sama dengan (al-izaar) sarung pada saat ini.
Al-Jauhariy berkata, “al-Jilbaab; al-Milhafah (baju kurung).”[16]
Imam Syaukani, dalam Tafsir Fathu al-Qadiir,
mengatakan;
“Al-jilbaab wa huwa al-tsaub
al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih besar dibandingkan kerudung).
Al-Jauhari berkata, “al-Jilbaab; al-milhafah (baju kurung). Ada yang menyatakan
al-qanaa’ (kerudung), ada pula yang menyatakan tsaub yasturu jamii’ al-badan
al-mar`ah.”[17]
Al-Hafidz al-Suyuthiy dalam
Tafsir Jalalain berkata;
” Jilbaab adalah al-mulaa`ah
(kain panjang yang tak berjahit) yang digunakan selimut oleh wanita, yakni,
sebagiannya diulurkan di atas wajahnya, jika seorang wanita hendak keluar untuk
suatu keperluan, hingga tinggal satu mata saja yang tampak”[18]
Ancaman Bagi Orang yang Membuka
Auratnya
Imam Muslim menuturkan sebuah
riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
“Ada dua golongan manusia yang menjadi
penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok
orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti
umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang
berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka
tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat
tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim].
Di dalam Syarah Shahih Muslim,
Imam Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk salah satu mukjizat kenabian.
Sungguh, akan muncul kedua golongan itu. Hadits ini bertutur tentang celaan
kepada dua golongan tersebut. Sebagian ‘ulama berpendapat, bahwa maksud dari
hadits ini adalah wanita-wanita yang ingkar terhadap nikmat, dan tidak pernah
bersyukur atas karunia Allah.Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa mereka
adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya, dan menyingkap sebagian
tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya atau karena tujuan yang
lain. Sebagian ulama lain berpendapat, mereka adalah wanita yang mengenakan
pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya (transparan)…Kepala mereka
digelung dengan kain kerudung, sorban, atau yang lainnya, hingga tampak besar
seperti punuk onta.”
Imam Ahmad juga meriwayatkan
sebuah hadits dari Abu Hurairah dengan redaksi berbeda.
“Ada dua golongan penghuni neraka, yang aku
tidak pernah melihat keduanya sebelumnya. Wanita-wanita yang telanjang,
berpakaian tipis, dan berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung seperti punuk
onta. Mereka tidak akan masuk surga, dan mencium baunya. Dan laki-laki yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia
“[HR. Imam Ahmad]
Hadits-hadits di atas merupakan
ancaman yang sangat keras bagi wanita yang menampakkan sebagian atau
keseluruhan auratnya, berbusana tipis, dan berlenggak-lenggok.
Kesimpulan
Syariat Islam telah mewajibkan
wanita untuk menutup anggota tubuhnya yang termasuk aurat. Seorang wanita
diharamkan menampakkan auratnya di kehidupan umum, di hadapan laki-laki non
mahram, atau ketika ia melaksanakan ibadah-ibadah tertentu yang mensyaratkan
adanya satru al-’aurat (menutup aurat).
Aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan kedua telapak tangan. Seseorang baru disebut menutup aurat,
jika warna kulit tubuhnya tidak lagi tampak dari luar. Dengan kata lain,
penutup yang digunakan untuk menutup aurat tidak boleh transparan hingga warna
kulitnya masih tampak; akan tetapi harus mampu menutup warna kulit.
Ancaman bagi yang tidak menurut
aurat adalah tidak mencium bau surge alias neraka, karena tidak amanah, tidak
tunduk kepada aturan sang Kholik.
Langganan:
Postingan (Atom)